Kamis, 11 April 2013

Tugas Manajemen Farmasi


 

TUGAS MANAJEMEN FARMASI
“ Pengelolaan , Pemusnahan dan Pembuangan akhir Limbah Rumah Sakit “


NAMA                : Alfrida Tatsa Haifa
NIM                    : 109102000010
SEMESTER     : Farmasi 7 A



   PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012

PENGOLAHAN, PEMUSNAHAN, DAN PEMBUANGAN AKHIR LIMBAH PADAT

            Menurut Arifin (2008), limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Menurut Permenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit yaitu semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas
Arifin (2008) menyebutkan secara umum limbah rumah sakit dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu: 1) limbah klinis, 2) limbah non klinis baik padat maupun cair. Limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah medis non padat (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).
Dalam Paper ini akan dijelaskan mengenai beberapa contoh pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir dari limbah medis padat, yaitu: limbah infeksius dan benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik, limbah bahan kimiawi, dan limbah radioaktif.

I.                   LIMBAH INFEKSIUS DAN BENDA TAJAM
1.      Pengertian
Limbah padat dibagi menjadi 2,  yaitu :
a.       Limbah padat infeksius
Limbah infeksius, memiliki pengertian sebagai Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan Limbah laboratorium.

-  Limbah benda tajam, yaitu alat atau obyek yang mempunyai sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit, misalnya jarum suntik, pecahan dari kaca dan pisau.Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.
- Sisa bahan pemeriksaan, misalnya jaringan, faeces, bekuan darah dan medium biakan.
b.      Limbah padat non infeksius, misalnya sampah umum seperti kertas, tissue, plastik kayu, pembungkus, kardus dan sebagainya.
2.      Pengelolaan, pemusnahan dan pembuangan Limbah Infeksius dan Benda Tajam
Limbah padat infeksius berasal dari pelayanan medis, perawatan, laboratorium, rawat jalan, laboratorium, rawat jalan, gigi , ICU ( Intensive Care Unit ), OK ( Operation Kammer ) / kamar bedah, UGD, Farmasi dan atau sejenisnya serta limbah yang dihasilkan di rumah sakit pada saat melakukan perawatan / pengobatan berhubungan dengan pasien dan atau penelitian ( Departemen Kesehatan, 1996 ).
Karakteristik limbah padat infeksius sebetulnya tidak dapat dipisahkan dari karakteristik limbah rumah sakit secara keseluruhan sehingga karakteristik limbah infeksius dapat dilihat berdasarkan bentuk, bahan dan ukuran dari limbah yang ada sesuai sifat dan potensi infeksiusnya yang dapat digolongkan menjadi golongan A, golongan B dan Golongan C sebagaimana terurai dibawah ini :
a.       Golongan A: limbah padat yang memiliki sifat infeksius paling besar dari kegiatan yang berasal dari aktifitas pengobatan yang memungkinkan penularan penyakit jika mengalami kontak dengn limbah tersebut dengan media penularan bakteri, virus, parasite, dan jamur. Contohnya: perban bekas pakai, sisa potongn tubuh manusia, pembalut dan pampers, bekas transfuse/infus set, sisa binatang percobaan.
b.      Golongan B: limbah padat yang memiliki sifat infeksius karena memiliki bentuk tajam yng dapat melukai dan memotong pada kegiatan terapi dan pengobatan yang memungkinkan penularan penyakit media penularan bakteri, virus, parasite, dan jamur. Contohnya: spuit bekas, jarum suntik bekas, pisau bekas, pecahan botol/ampul obat.
c.       Golongan C: limbah padat yang memiliki sifat infeksius karena digunakan secara langsung oleh pasien yang memungkinkan penularan penyakit media penularan bakteri, virus, parasite, dan jamur. Contohnya: perlak kontaminasi, tempat penampungan urine terkontaminasi, tempat penampungan muntah terkontaminasi, benda-benda lain yang terkontaminasi.
d.      Golongan D: limbah padat farmasi seperti obat kadaluarsa, sisa kemasan dan container obat, peralatan yang terkontaminasi bahan farmasi, obat yang dibuang oleh karena tidak memenuhi syarat. Contohnya: obat-obat kadaluarsa, kemasan obat dan bahan pembersih luka.
e.       Golongan E: limbah padat sisa aktifitas yang dapat berupa bed plan disposable,pispot dan segala bahan yang terkena buangan pasien. Contohnya: pispot tempat penampungan urine pasien, tempat penampungan muntahan pasien. (Dep Kes, 1992).
Tata laksana pengelolaan limbah padat infeksius meliputi tahap pemisahan dan pengurangan. Pengurangan limbah padat infeksius menurut Reinhart (Reinhart, Gogon, 1991) dilakukan dengan mengurangi jumlah atau bahaya dari limbah sebelum pembuangan. Proses pemilahan dan pengurangan limbah infeksius tersebut hendaknya dipertimbangkan beberapa hal, diantaranya:
-          Kelancaran pemisahan dan pengurangan limbah
-          Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah padat B3 dan non B3
-          Diusahakan sedapat mungkin aktifitas kegiatan layanan menggunakan bahan kimia non B3
-          Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah (Departemen Kesehatan, 1996).
Selanjutnya,dilakukan tahap pengumpulan dan penampungan. Sarana penampungan untuk limbah infeksius harus memadai, diletakkan pada tempat yang sesuai, aman, dan higienis. Limbah infeksius biasanya ditampung ditempat produksi limbah maksimal waktu tinggal 24 jam (Dep Kes, 1996). Dan setiap unitnya hendaknya disediakan tempat penampungan dengan bentuk, ukuran, dan jumlah yang sesuai dengan jenis dan jumlah limbah serta kondisi homogenitas setempat.   Penampungan limbah padat golongan B seperti limbah dengan bentuk runcing/tajam hendaknya ditempatkan dikontainer khusus yang dirancang kuat,  tahan tusukan, kokoh, aman, dan diberi label dengan benar, yang ditujukan untuk mengurangi cedera karena berhubungan dengan benda runcing/tajam yang dibuang sehingga tidak dapat disalahgunakan oleh orang/masyarakat memakai spuit atau jarum bekas. Penanganan lebih khususnya limbah padat infeksius ini sebelum dikumpulkannya ke tempat pembuangan, dilakukan desinfeksi untuk meminimalisasi kuman pathogen.

Kemudian proses pengangkutan limbah padat infeksius yang dimulai dengan pengosongan tempat-tempat penampungan di setiap unit dan diangkut ke tempat penampungan atau ke tempat pemusnahan yang disebut dengan tahap pengangkutan.  Pengangkutan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan kereta dorong tertutup yang sering dinamakan sebagai trolly (Anonimous, 1990).
Kereta merupakan alat angkut yang umum digunakan. Untuk merencanakan pengangkutan perlu dipertimbangkan bagaimana rencana penyebaran tempat penampungan limbah padat, jalur jalan yang ada di lingkungan rumah sakit, jenis dan jumlah limbah padat serta berapa jumlah tenaga dan saran yang tersedia.  Kereta pengangkut ini disarankan terpisah antara limbah padat medis dan limbah padat non medis. Hal ini berkaitan dengan metode pengangkutan dan pemusnahannya. Ada beberapa persyaratan bagaimana hendaknya kereta pengangkut yang diatur dalam Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia (Dep Kes, 1998) :
a.       Permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air
b.      Muda dibersihkan
c.       Mudah diisi dan dibersihkan
d.      Dan tertutup rata
Kemudian tahap terakhir yaitu pemusnahan dengan metode pembakaran (insinerasi) yaitu suatu proses pembakaran yang terkontrol dalam kondisi tertentu dengan maksud memaksimalkan penghancuran oleh panas terhadap limbah. Insinerator limbah infeksius biasanya dioperasikan dengan efisiensi penghancuran dan penghilangan (DRE: distruction, reduction, elimination) senyawa organik hingga 99,9% sampai 99,99%. Jadi hanya sekitar 0,001% sampai 0,01% senyawa organik yang diemisikan ke atmosfer.
Insinerator yag digunakan untuk membakar limbah padat infeksius harus di desain dengan temperatur dalam chamber sekunder minimal 1000ᵒC, alat pencegah pencemaran udara (alat air polutin control) untuk meminimalisasi tingkat pencemaran udara dengan menggunakan wet scrubber atau dry scrubber.
Dan setelah dimusnahkan dengan pembakaran insinerator, lalu dilakukan pengolahan secara landfill atau penimbunan.





II.                LIMBAH FARMASI

1.      Pengertian
Limbah farmasi berasal dari obat-obatan yang sudah kadaluarsa, obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, dan obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan. Kategori ini juga mencakup barang yang akan di buang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan, masker, slang penghubung darah atau cairan, dan ampul obat. Dibawah ini terdapat beberapa contoh dari limbah farmasi yang sudah sering digunakan, yaitu:
a.       Limbah farmasi yang termasuk golongan antineoplastik dan sitotaksik seperti 6-metotrexat, golongan karsinogenik, seperti 5-fluoro-urasil. Pemusnahan obat golongan ini dapat dilakukan dengan mengembalikan kepada produsen pertama untuk dimusnahkan di pembakaran atau dengan menggunakan insinerator.
b.      Limbah farmasi yang termasuk golongan mutagenik seperti busulphan dan cis-plastin harus dimasukkan ke dalam kantong kuning yang khusus digunakan untuk limbah dan diberi tanda biohazard  lalu ditampung oleh pengumpul limbah yang selanjutnya akan dimusnahkan oleh badan pemusnah limbah rumah sakit yang telah memiliki izin, dan jangan lupa kontainer dan kemasan harus dibuka dan dimusnahkan dengan menghilangkan identitas sebelum dibuang.
c.       Limbah farmasi yang termasuk golongan vaksin yang bersifat mudah terurai seperti vaksin Bacillus Calmete Guirine (BCG) harus dimasukkan dalam autoklaf sebelum dibakar atau dimasukkan ke dalam insinerator. Limbah vaksin golongan yang dapat dicampur denga air seperti kolera, golongan vaksin yang dapat menularkan penyakit seperti difteri, pertusis, dan tetanus ditampung dalam kantong kuning, dan ditandai sebagai limbah biohazard.
d.      Limbah farmasi yang termasuk golongan narkotik yang mudah terurai seperti kokain, golongan narkotika yang dapat dicampur dengan air seperti morfin, golongan narkotika yang dpat menyebabkan kecanduan seperti petidin, bila dalam bentuk padat dan jumlahnya kecil yaitu kurang dari 500 tablet dapat dihancurkan dan dibuang kedalam saluran pembuangan.
e.       Limbah farmasi yang termasuk golongan obat yang mengandung arsen, sianida, logam berat dan garamnya. Limbah golongan ini bersifat toksik dan kumulatif serta dapat menimbulkan emisi uap beracun. Limbah ini dapat diproses dalamlandfill atau dibakar di pembakaran sampah biasa dan jangan lupa harus menghilangkan lebih dahulu identitas bahan-bahan sebelum dibuang sebagai limbah domestik biasa.
f.       Limbah farmasi yang termasuk larutan, seperti cairan infus yang langsung dapat diencerkan dan dibuang kedalam saluran buang domestik. Larutan yang dapat dicampur dengan air seperti suntikan glukosa dan larutan yang tidak bersifar toksik seoerti sirup, mikstura, desinfektan seperti dettol, dan milton dalam jumlah besar sebaikya dibuang dalam kurun waktu beberapa hari sedangkan yang dalam kemasan dari bahan padar dapat dibuang sebagai sampah domestik biasa. Dan untuk pelarut yang bersifat mudah terbakar seperti spiritus, alkohol, kloroform, trichoreten harus dibuang oleh Badan Pemusnah resmi dan tidak boleh lagi dibuang ke dalam saluran buang domestik. Akan tetapi bahan kemasan seperti botol, kantong plastik, dan dus karton yang dapat dibuang sebagai limbah domestik padat  biasa (WH0, 1999).

2.      Pengelolaan, pemusnahan dan pembuangan Limbah Farmasi
Limbah farmasi hendaknya dimasukkan  ke dalam wadah yang memungkinkan dalam kontainer khusus non reaktif, hendaknya dimusnahkan juga dengan insinerator dan tidak bisa dikirim ke landfill atau ditimbun, dibuang bersama-sama dengan limbah biasa. Pembuangan ke landfill akan menyebabkan pencemaran air tanah. Misal cairan yang tidak mudah terbakar seperti larutan antibiotik, hendaknya diserap dengan sawdust, dikemas dalam kantong plastik dan dibakar atau dimusnahkan dengan insinerator. Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolitik incinerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau insinerasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kli, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.

III.              LIMBAH SITOTOKSIK
1.                            Pengertian
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Untuk menghapus tumpahan yang tidak sengaja, perlu disediakan absorben yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang racikan terapi sitotoksik. Bahan-bahan yang cocok untuk itu, antara lain: sawdust, granula absorbsi yang tersedia di pasar, detergent, atau perlengkapan pembersih lainnya. Semua limbah pembersih harus diperlakukan sebagai limbah sitotoksik. Karena sifat racunnya yang sangat tinggi dan sangat berbahaya, limbah sititoksik ini tidak boleh dibuang sembarangan dengan penimbunan (landfill) atau pada saluran limbah umum
2.                            Pengelolaan , pemusnahan dan pembuangan akhir
Pemusnahan limbah sitotoksik hendaknya menggunakan insinerator pada suhu tinggi sekitar 120ᵒC yang dibutuhkan untuk menghacurkan semua bahan sitoksik. Karena jika insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara dan membahayakan lingkungan sekitar. Limbah dengan kandungan obat sitotoksik rendah, seperti urine, tinja, dan muntahan, bisa dibuang secara aman di saluran air kotor. Namun harus hati-hati dalam menangani limbah tersebut dan harus diencerkan dengan benar. Dan untuk bahan yang belum terpakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distirbutor apabila tidak ada insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsan atau tidak dipakai lagi.

IV.              LIMBAH BAHAN KIMIAWI
1.                                                         Pengertian
Limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
2.                                                         Pengelolaan, pemusnahan dan pembuangan
Pembuangan limbah ke saluran air kotor dapat menimbulkan korosi pada saluran. Limbah bahan kimia yang tidak bisa didaur ulang seperti gula, asam amino, garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor namun harus memenuhi syarat yang ditetapkan melalui pengelolaan pada IPAL. Limbah bahan kimia dalam jumlah kecil seperti residu yang dalam kemasan sebaiknya ditimbun (landfill). Limbah bahan kimia dalam jumlah besar dibakar dalam incinerator yang dilengkapi dengan alat pembersih gas. Limbah bahan kimia dapat dikembalikan kepada distributornya yang dapat menanganinya dengan aman untuk diolah. Pembuangannya harus dikonsultasikan kepada instansi yang berwenang.

Limbah kimia juga dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veteriner, laboratorium, proses sterlisasi, poliklinik gigi, dan penelitian. Pembuangan limbah kimia kedalam saluran air kotor dapat menimbulkan korosi pada saluran. Bahkan beberapa bahan kimia berbahaya dapat menimbulkan ledakan. Limbah kimia yang tidak berbahaya dapat dibuang bersama-sama dengan limbah umum. Reklamasi dan daur ulang bahan kimia berbahaya beracun (B3) dapat diusahakan bila secara teknis dan ekomonis memungkinkan. Sebagai contoh misalnya limbah merkuri amalgam dan bahan kimia lain seperti ester dan asam akrilik yang digunakan dalam penambahan lapisan gigi tidak boleh dibuang melalui sistem pembuangan domestik dan tidak boleh dibakar dengan insinerator karena akan menghasilkan emisi yang beracun karena merkuri tersebut.

V.                LIMBAH RADIOAKTIF
a.    Pengertian
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop pada penggunaan medis atau penelitian radio nuklida, radio-immunoassay, dan bakteriologi atau pada kedokteran nuklir yang dapat berbentuk padat, cair, atau gas. Zat radioaktif, demikian juga zat, bahan atau benda lain yang terkena oleh zat radioaktif dapat menimbulkan bahaya radiasi. Radiasi ini apabila mengenai bahan lain maupun sel tubuh manusia akan mengakibatkan terjadinya interaksi dan karena itu mempunyai potensi untuk merusak.

b.   Pengelolaan, pemusnahan dan pembuangan
Masalah penanganan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai radioaktif sekecil mungkin. Penanganan limbah radioaktif dibedakan berdasarkan:
a.    Bentuk : cair, padat dan gas,
b.    Tinggi-rendahnya tingkat radiasi sinar gamma (γ),
c.    Tinggi-rendahnya aktifitas
d.   Panjang-pendeknya waktu paruh,
e.    Sifat : dapat dibakar atau tidak.
Ada 2 sistem penanganan limbah radioaktif :
a.    Dilaksanakan oleh pemakai secara perorangan dengan memakai proses peluruhan, peguburan dan pembuangan.
b.    Dilaksanakan secara kolektif oleh instansi pengolahan limbah radioaktif, seperti Badan Tanaga Atom Nasional (BATAN).

Untuk penanganan limbah radioaktif harus dengan aturan kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga terlatih. Bagian radioaktif harus mempunyai tenaga yang terlatih khusus di bidang radiasi. Harus tersedia instrument kalibrasi yang tepat untuk monitoring dosis dan kontaminasi. Penanganan, penyimpanan, dan pembuangan limbah radioaktif ini harus memenuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Penganganan, pembuangan limbah radioaktif harus mempergunakan tenaga kerja yang terekspos radiasi sesedikit mungkin. Kepala pengamanan radiasi harus bertanggung jawab untuk pengangan secara aman. Dan untuk tempat penyimpanan dan pembuangan pun harus disiapkan tempat khusus yang aman dan hanya digunakan untuk tujuan tersebut. Limbah radioaktif harus dipantau sebelum dibuang dan daya radioaktifitasnya tidak boleh melebihi batas syarat yang ditetapkan oleh instansi berwenang.

Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan cara pengolahan, penyimpanan dan pembuangan. Kontainer tempat penyimpanan secara jelas diidentifikasi, ada simbol radioaktif, dapat diisi dan dikosongkan dengan aman, kuat dan saniter. Ada informasi yang harus dicatat pada setiap container seperti : nomor identifikasi, asal limbah, angka dosis dan tanggal pengukuran dan orang yang bertanggung jawab. Kontainer harus dibungkus dengan kantong plastik transparan yang dapat ditutup dengan isolasi plastik. Pembuangan berdasarkan persyaratan teknis menurut PP No. 27 tahun 2002 kemudian diserahkan ke BATAN atau dikembalikan kepada distributor. Semua jenis limbah medis dan radioaktif tidak boleh dibuang ke TPA domestik.

Berhubung dengan itu, maka dalam mengangkut zat radioaktif atau benda lain yang terkena oleh zat radioaktif, dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan jaringan lalu lintas umum, haruslah dilakukan usaha sedemikian rupa sehingga zat radioaktif atau bahan yang mempunyai potensi untuk timbulnya radioaktivitas tidak akan berbahaya bagi manusia maupun harta dan benda. Oleh karena itu bungkusan yang akan diangkut tidak boleh ditempatkan berdekatan dengan penumpang maupun film atau kertas foto yang belum diproses. Untuk menjamin hal itu maka harus ditentukan jarak/sela yang aman antara bungkusan zat radioaktif dan penumpang/barang tersebut kecuali jika aktivitasnya sangat kecil. Bungkusan zat radioaktif juga tidak boleh diangkut bersama-sama dalam satu ruangan di mana terdapat barang-barang lain yang berbahaya, misalnya barang-barang yang mudah meledak, terbakar, mudah mengakibatkan korosi/karatan, mengoksidasi, gas-gas yang bertekanan tinggi atau yang dilarutkan/ dicairkan dengan tekanan tinggi dan sebagainya.
                                       
Limbah radioaktif yang sudah aman boleh dibakar dengan insinerator, dengan sanitary landfill yang terjamin pada tempat khusus atau dibuang melalui saluran air rumah sakit. Pada penggunaan insinerator untuk keperluan tersebut perlu diperhatikan kemungkinan adanya gas radioaktif atau debu radioaktif sehubungan dengan jumlah limbah keseluruhan yang masuk ke dalam insinerator. Persyaratan teknis dan peraturan-peraturan yang berlaku untuk pembuangan limbah radioaktif berlaku Peraturan Pemerintah No.13 tahun 1975.

KESIMPULAN
Dalam melakukan pengelolaan , pemusnahan dan pembuangan akhir limbah rumah sakit memberikan dampak positif dan negative di Rumah Sakit. Diantaranya yaitu :

v  Dampak Positif
Pengaruh baik dari pengelolaan limbah rumah sakit akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan dan rumah sakit itu sendiri, seperti :
  1. Meningkatkan pemeliharaan kondisi yang bersih dan rapi, juga meningkatkan pengawasan pemantauan dan peningkatan mutu rumah sakit sekaligus akan dapat mencegah penyebaran penyakit (infeksi nosokomial).
  2. Keadaan lingkungan yang saniter serta esetetika yang baik akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, petugas dan pengunjung rumah sakit tersebut.
  3. Keadaan lingkungan yang bersih juga mencerminkan keberadaan sosial budaya masyarakat disekitar rumah sakit.
  4. Dengan adanya pengelolaan limbah yang baik maka akan berkurang juga tempat berkembang biaknya serangga dan tikus sehingga populasi kepadatan vektor sebagai mata rantai penularan penyakit dapat dikurangi.
v  Dampak Negatif
Dampak yang ditimbulkan limbah rumah sakit akibat pengelolaannya yang tidak baik atau tidak saniter dapat berupa :
  1. Merosotnya mutu lingkungan rumah sakit yang dapat mengganggu dan menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal dilingkungan rumah sakit maupun masyarakat luar.
  2. Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia beracun, buangan yang terkena kontaminasi serta benda-benda tajam dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja.
  3. Limbah medis yang berupa partikel debu dapat menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit menyebar dan mengkontaminasi peralatan medis ataupun peralatan yang ada.
  4. Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan estetika lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga mengganggu kenyamanan pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat sekitar.
  5. Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pencemaran terhadap sumber air (permukaan tanah) atau lingkungan dan menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, serangga yang dapat menjadi transmisi pernyakit terutama kholera, disentri, thypus abdominalis (Kusnoputranto, 1986).
  6. Air limbah yang mempunyai sifat fisik, kimiawi, dan bakteriologi yang dapat menjadi sumber pengotoran dan menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak menyenangkan, bila tidak dikelola dengan baik.

1 komentar: