Kamis, 11 April 2013

ANALISIS PARACETAMOL TOTAL DALAN CUPLIKAN URIN


ANALISIS PARACETAMOL TOTAL DALAN CUPLIKAN URIN

I.                   TUJUAN
Mampu menganalisis parasetamol total dalam cuplikan urin dengan cara uji kualitatif sifat metabolit urin.
II.                TEORI DASAR
Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat merupakan salah satu hal penting dalam penentuan durasi dan intensitas khasiat farmakologis obat.
Metabolisme obat sebagian besar terjadi di reticulum endoplasma sel – sel hati. Selain itu, metabolisme obat juga terjadi di sel – sel epitel pada saluran pencernaan, paru – paru , ginjal, dan kulit. Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor – faktor antara lain faktor fisiologis ( usia, genetika, nutrisi, jenis kelamin ), serta penghambatan dan juga induksi enzim yang terlibat dalam proses metabolisme obat. Selain itu , faktor patologis ( penyakit pada hati atau ginjal ) juga berperan dalam menentukan laju metabolisme obat.
Obat – obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh lewat urin atau empedu. Kecepatan metabolisme pada tiap orang berbeda tergantung faktor genetic, penyakit yang menyertai ( terutama penyakit hati dan gagal jantung ), dan adanya interaksi antara obat – obatan. Dengan bertambahnya umur, kemampuan metabolisme hati menurun samapi lebih dari 30% karena menurunnya volume dan aliran darah ke hati. Ginjal adalah tempat utama “ ekskresi “ / pembuangan obat. Sedangkan system billier membantu eksresi untuk obat – obatan yang tidak di- absorpsi kembali dari system pencernaan. Sedangkan kontribusi dari intestine ( usus ), ludah, keringat, air susu ibu, dan lewat paru – paru kecil, kecuali untuk obat – obat anestesi yang dikeluarkan waktu ekshalasi.
Metabolisme oleh hati membuat obat lebih “polar “dan larut air sehingga mudah diekresi oleh ginjal. Obat di hati, dan pada umumnya obat sudah dalam bentuktidak aktif jika sampai di hati, hanya beberapa obat tetap dalam bentukaktif samppai di hati. Obat – obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh lewat urin dan empedu.
Di dalam tubuh obat dapat berikatan dengan protein darah jaringan da lemak, dan juga obat – obatan di metabolisme dengan cara reaksi konjugasi yaitu reaksi penggabungan molekul obat dan hasil metabolisme pada reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis yang mengubah obat menjadi senyawa lain dengan senyawa pengkonjugasi endogen tubuh.
Contoh :
1.      
Konjugasi asam sulfat : melibatkan fenol           sulfotransferase.

2.      
Konjugasi merkapturat              melibatkan glutation.

3.      
Konjugasi glukoronat                reaksi dengan asam glukoronat.

4.      
Konjugasi glisin / asam amino             dengan asam karboksilat.

5.      Metilasi
6.      
Asetilasi             melibatkan asetiltransferase.

Pada praktikum ini akan dilakukan identifikasi suatu obat dengan cara mengidentifikasi senyawa dari reaksi konjugai suatu molekul obat dengan senyawa lain selama proses metabolisme.Sampel yang digunakan yaitu cuplikan daru urin manusia.
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Selain urin juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis ini.
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh.Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang “kotor”. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnyapun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea.
Proses urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin. Analisis urin dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.
Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH serta suhu urin itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan proteinm ada banyak sekali metode yang ditawarkan , mulai dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri. (basoeki, 2000).
Urin yang kita keluarkan terdiri dari berbagai unsur seperti : air, protein, amoniak, glukosa, sedimen, bakteri, epitel dsb. Unsur-unsur tersebut sangat bervariasi perbandingannya pada orang yang berbeda dan juga pada waktu yang berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang kita konsumsi. Kandungan urin inilah yang menentukan tampilan fisik air urin seperti kekentalannya, warna, kejernihan, bau, busa, dsb.
Pada analisis urine ini, terdapat beberapa eksperimen. Eksperimen – eksperimen ini dilakukan untuk menguji apakah sample urine mengandung zat – zat tidak dikenal ataukah tidak.

III.             ALAT DAN BAHAN

Alat:
-          Tabung reaksi dan rak tabung
-          Spatula
-          Hot plate
-          Beaker glass
-          Pipet tetes
Bahan:
-          Sampel urine pada menit ke 120 menit dan 150 menit
-          Naftoresorsinol
-          HCl pekat
-          Etil asetat
-          BaCl2
-          FeCl3
-          Kertas indicator
-          Aqua dest



IV.              CARA KERJA

1.      Uji naftoresorsinol untuk konjugat glukuronida
Rounded Rectangle: Setelah dingin ditambahkan 3ml etil asetat dikocok homogen ® terbentuk warna ungu dalam lapisan organic ( asam glukuronat)
Rounded Rectangle: 0,5 ml urine + naftoresorsinol padat 2mg + HCl pekat 1ml ®dipanaskan selama 3 menit
 







2.      Uji barium klorida untuk konjugat sulfat

Rounded Rectangle: 0,5 ml urin + BaCl2 2% ® BaSo4 mengendap, yang terbentuk dari sulfat anorganik Rounded Rectangle: Ditambahkan 2 gtt HCl pekat , lalu dididihkan dalam lemari asam 3 menit.
Rounded Rectangle: Diatur pH urin (0,5 ml) pd 4-6.
 






3.      Uji besi (III) klorida untuk fenol
Rounded Rectangle: 0,5 ml urin Ditambahkan gtt FeCl3 2%.
Rounded Rectangle: Diatur pH urin (0,5 ml) pd pH 7.
 









V.                HASIL PENGAMATAN
                         GAMBAR
                   KETERANGAN

                 
Uji naftoresorsinol untuk konjugat glukuronida

0,5 ml urine + naftoresorsinol padat 2mg + HCl pekat 1ml ®dipanaskan selama 3 menit.
Setelah dingin ditambahkan 3ml etil asetat dikocok homogen ® terbentuk warna ungu dalam lapisan organic ( asam glukuronat)
 


Terbentuk warna ungu dalam lapisan organic menunjukkan adanya asam glukuronad.
    
      120 menit                      150 menit
Uji barium klorida untuk konjugat sulfat

Diatur pH urin (0,5 ml) pd 4-6. 0,5 ml urin + BaCl2 2% ® BaSo4 mengendap, yang terbentuk dari sulfat anorganik.Kemudian diitambahkan 2 gtt HCl pekat , lalu dididihkan dalam lemari asam 3 menit.
 

Terbentuk endapan atau kekeruhan menunjukkan adanya konjugat sulfat

        

            120 menit                       150 menit
Uji besi (III) klorida untuk fenol

Diatur pH urin (0,5 ml) pd pH 7.
0,5 ml urin ditambahkan gtt FeCl3 2%
 


Penambahan Fe(Cl)3 menit ke 120 berwarna kuning kecoklatan dan menit ke 150 berwarna kuning muda.

VI.             PEMBAHASAN
Pada praktikum ini telah dilakukan identifikasi kualitatif suatu senyawa obat yang telah dimetabolisme oleh tubuh yang diekskresikan lewat urin untuk mengetahui apakah parasetamol masih tersisa di dalam urin setelah rentang waktu tertentu . Obat yang kami gunakan pada percobaan ini adalah parasetamol.  Telah diketahui bahwa Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.
            Kami menggunakan parasetamol karena Parasetamol dapat diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan massa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol sehingga identifikasinya pun akan lebih mudah, Kedua obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasikan dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan dengan asam sulfat. Selain itu kedua obat ini dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Kedua obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.  Parasetamol berikatan dengan sulfat dan glukuronida terjadi di hati. Metabolisme utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal sehingga kami mengidentifikasi senyawa ini dalam benttuk konjugatnya yaitu senyawa glukoronida, sulfat dan fenol.
            Langkah pertama dalam identifikasi ini yaitu seorang probandus harus meminum parasetamol 3-4 jam sebelum pengujian dilakukan dikarenakan parasetamol mencapai waktu paruh plasma antara 1-3 jam kemudian dieliminasikan. Langkah selanjutnya yaitu Pengambilan cuplikan urin dilakukan  dalam selang waktu 120 dan 150 menit. Langkah selanjutnya yaitu dilakukan pengujian dengan cara, setiap cuplikan urin dibagi menjadi 2 tabungh reaksi kemudian dilakukan uji glukoronida, sulfat dan fenol.
            Tahap pertama yang dilakukan adalah uji naftoresorsinol untuk konjugat glukuronida dilakukan dengan cara memanaskan 0,5 ml cuplikan urin ditambahkan naftoresorsinol padat secukupnya serta ditambahkan dengan HCL pekat 1ml kemudian didinginkan. setelah dingin kemudian ditambah dengan etil asetat sebanyak 3ml, dikocok hingga homogen, akan terbentuk warna ungu bila positif mengandung asam glukoronat.
Tahap kedua adalah uji barium klorida untuk konjugat sulfat dilakukan dengan cara mereaksikan urin sebanyak 0,5 ml cuplikan urin kemudian ditambahkan BaCl 2% kemudian terbentuk dua lapisan, kemudian ditambahkan dengan 2 tetes HCl pekat, dan dididihkan di lemari asam selama 3 menit, kemudian amati yang terjadi “terbentuknya endapan atau kekeruhan menunjukan adanya konjugat sulfat”.
Tahap ketiga adalah uji besi (III) klorida untuk fenol dilakukan dengan cara mereaksikan 0,5 ml cuplikan urin dengan FeCl3 2% kemudian diamati perubahannya “ perubahan warna menjadi ungu menunjukan adanya senyawa fenol”.
            Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada pengujian konjugat glukoronida cuplikan pada menit ke 120 ,menunjukan positif adanya asam glukoronat karena terbentuknya warna ungu setelah direkasikan. Sementara pada cuplikan menit ke 150 tidak didapatkan asam glukoronat karena pada pengujiannya dengan naftoresorsinol dengan HCl pekat tidak menimbulkan warna ungu sehingga negative terdapat asam glukoronat.
 Pada pengujian konjugat sulfat kedua cuplikan yaitu menit ke 120 berwarna lebih bening dan terdiri dua lapisan yang tinggi lapisan bagian bawah lebih banyak dari lapisan bagian atas.Pada menit ke 150 terlihat lebih keruh dan terdiri dari dua lapisan bagian dan bawah sama banyak.menunjukan hasil yang positif dikarenakan terbentuknya endapan atau kekeruhan setelah dilakukan pengujian dengan BaCl 2% den 2 tetes HCl pekat. Terbentuk endapan putih yang menunjukkan adanya belerang anorganik, reaksi yang terjadi adalah :
BaCl2 + SO42- → BaSO4 + 2 Cl-
Pada pengujian fenol jika cuplikan positif berwarna ungu atau hijau setelah direaksikan, menunjukkan adanya senyawa fenol. Namun, dari hasil praktikum tidak menghasilkan larutan berwarnaungu hanya menjadi kuning disertai endapan putih pada kedua tabung setelah pemanasan. Pada tabung reaksi menit ke 120 berwarna kuning kecoklatan + endapan putih dan tabung reaksi menit ke 150 berwarna kuning lebih muda + endapan putih.Hal ini,  menunjukkan tidak adanya fenol dalam cuplikan sampel urine tersebut yang seharusnya menghasilkan  warna ungu  atau hijau yang menandakan positif jika ada  fenol.



VII.          KESIMPULAN
1.      Identifikasi kualitatif suatu senyawa obat yang telah dimetabolisme oleh tubuh yang diekskresikan lewat urin bertujuan untuk mengetahui apakah parasetamol masih tersisa di dalam urin setelah rentang waktu tertentu.
2.      Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan massa paruh plasma antara 1-3 jam.
3.      Pengujian konjugat glukoronida pada cuplikan urin menit ke 120 positif adanya asam glukoronat karena terbentuknya warna ungu dan menit ke 150 negatif tidak terbentuk warna ungu.
4.      Pengujian konjugat sulfat kedua cuplikan yaitu menit ke 120 berwarna lebih bening dan Pada menit ke 150 terlihat lebih keruh menunjukan hasil yang positif dikarenakan terbentuknya endapan atau kekeruhan.
5.      Pengujian fenol pada tabung reaksi menit ke 120 berwarna kuning kecoklatan + endapan putih dan tabung reaksi menit ke 150 berwarna kuning lebih muda + endapan putih menunjukkan tidak adanya fenol dalam cuplikan sampel urine tersebut yang seharusnya menghasilkan  warna ungu  atau hijau yang menandakan positif jika ada  fenol.

VIII.       DAFTAR PUSTAKA
3.       Shargel, Leon.2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Ed.II. Surabaya: Air Langga University Press





Tidak ada komentar:

Posting Komentar