ANALISIS PARACETAMOL TOTAL DALAN CUPLIKAN URIN
I.
TUJUAN
Mampu
menganalisis parasetamol total dalam cuplikan urin dengan cara uji kualitatif
sifat metabolit urin.
II.
TEORI
DASAR
Metabolisme
obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme hidup, pada
umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat merupakan
salah satu hal penting dalam penentuan durasi dan intensitas khasiat
farmakologis obat.
Metabolisme
obat sebagian besar terjadi di reticulum endoplasma sel – sel hati. Selain itu,
metabolisme obat juga terjadi di sel – sel epitel pada saluran pencernaan, paru
– paru , ginjal, dan kulit. Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor – faktor
antara lain faktor fisiologis ( usia, genetika, nutrisi, jenis kelamin ), serta
penghambatan dan juga induksi enzim yang terlibat dalam proses metabolisme
obat. Selain itu , faktor patologis ( penyakit pada hati atau ginjal ) juga
berperan dalam menentukan laju metabolisme obat.
Obat
– obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi,
konjugasi, kondensasi atau isomerasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah
dibuang oleh tubuh lewat urin atau empedu. Kecepatan metabolisme pada tiap
orang berbeda tergantung faktor genetic, penyakit yang menyertai ( terutama
penyakit hati dan gagal jantung ), dan adanya interaksi antara obat – obatan.
Dengan bertambahnya umur, kemampuan metabolisme hati menurun samapi lebih dari
30% karena menurunnya volume dan aliran darah ke hati. Ginjal adalah tempat
utama “ ekskresi “ / pembuangan obat. Sedangkan system billier membantu eksresi
untuk obat – obatan yang tidak di- absorpsi kembali dari system pencernaan.
Sedangkan kontribusi dari intestine ( usus ), ludah, keringat, air susu ibu,
dan lewat paru – paru kecil, kecuali untuk obat – obat anestesi yang
dikeluarkan waktu ekshalasi.
Metabolisme
oleh hati membuat obat lebih “polar “dan larut air sehingga mudah diekresi oleh
ginjal. Obat di hati, dan pada umumnya obat sudah dalam bentuktidak aktif jika
sampai di hati, hanya beberapa obat tetap dalam bentukaktif samppai di hati.
Obat – obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis,
hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerasi, yang tujuannya supaya sisa obat
mudah dibuang oleh tubuh lewat urin dan empedu.
Di
dalam tubuh obat dapat berikatan dengan protein darah jaringan da lemak, dan
juga obat – obatan di metabolisme dengan cara reaksi konjugasi yaitu reaksi
penggabungan molekul obat dan hasil metabolisme pada reaksi oksidasi, reduksi
dan hidrolisis yang mengubah obat menjadi senyawa lain dengan senyawa
pengkonjugasi endogen tubuh.
Contoh
:
1.
Konjugasi asam
sulfat : melibatkan fenol sulfotransferase.
2.
Konjugasi
merkapturat melibatkan
glutation.
3.
Konjugasi
glukoronat reaksi dengan
asam glukoronat.
4.
Konjugasi glisin
/ asam amino dengan asam
karboksilat.
5. Metilasi
6.
Asetilasi melibatkan asetiltransferase.
Pada
praktikum ini akan dilakukan identifikasi suatu obat dengan cara
mengidentifikasi senyawa dari reaksi konjugai suatu molekul obat dengan senyawa
lain selama proses metabolisme.Sampel yang digunakan yaitu cuplikan daru urin
manusia.
Urin
atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.
Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang
disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam
mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian
pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Selain urin juga
terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya bekerja sama
dalam mempertahankan homeostasis ini.
Fungsi utama
urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam
tubuh.Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang “kotor”. Hal ini berkaitan
dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang
terinfeksi, sehingga urinnyapun akan mengandung bakteri. Namun jika urin
berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin
sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya
saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan mengkontaminasi
urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan bau yang khas,
terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea.
Proses
urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi
zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin. Analisis urin dapat berupa
analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik.
Analisis urin
secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH
serta suhu urin itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis
glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan
proteinm ada banyak sekali metode yang ditawarkan , mulai dari metode uji
millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara
mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga
akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut,
misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri. (basoeki, 2000).
Urin yang kita keluarkan terdiri dari
berbagai unsur seperti : air, protein, amoniak, glukosa, sedimen, bakteri,
epitel dsb. Unsur-unsur tersebut sangat bervariasi perbandingannya pada orang
yang berbeda dan juga pada waktu yang berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang
kita konsumsi. Kandungan urin inilah yang menentukan tampilan fisik air urin
seperti kekentalannya, warna, kejernihan, bau, busa, dsb.
Pada analisis urine ini, terdapat beberapa
eksperimen. Eksperimen – eksperimen ini dilakukan untuk menguji apakah sample
urine mengandung zat – zat tidak dikenal ataukah tidak.
III.
ALAT
DAN BAHAN
Alat:
-
Tabung reaksi dan rak
tabung
-
Spatula
-
Hot plate
-
Beaker glass
-
Pipet tetes
Bahan:
-
Sampel urine pada menit
ke 120 menit dan 150 menit
-
Naftoresorsinol
-
HCl pekat
-
Etil asetat
-
BaCl2
-
FeCl3
-
Kertas indicator
-
Aqua dest
IV.
CARA KERJA
1.
Uji
naftoresorsinol untuk konjugat glukuronida
2.
Uji
barium klorida untuk konjugat sulfat
3.
Uji
besi (III) klorida untuk fenol
V.
HASIL
PENGAMATAN
GAMBAR
|
KETERANGAN
|
|||
|
Uji
naftoresorsinol untuk konjugat glukuronida
0,5
ml urine + naftoresorsinol padat 2mg + HCl pekat 1ml ®dipanaskan
selama 3 menit.
Setelah
dingin ditambahkan 3ml etil asetat dikocok homogen ®
terbentuk warna ungu dalam lapisan organic ( asam glukuronat)
Terbentuk
warna ungu dalam lapisan organic menunjukkan adanya asam glukuronad.
|
|||
120 menit
150 menit
|
Uji barium
klorida untuk konjugat sulfat
Diatur
pH urin (0,5 ml) pd 4-6. 0,5 ml urin + BaCl2 2% ® BaSo4 mengendap, yang terbentuk dari
sulfat anorganik.Kemudian diitambahkan 2 gtt HCl pekat , lalu dididihkan
dalam lemari asam 3 menit.
Terbentuk
endapan atau kekeruhan menunjukkan adanya konjugat sulfat
|
|||
120 menit 150 menit
|
Uji besi (III)
klorida untuk fenol
Diatur
pH urin (0,5 ml) pd pH 7.
0,5
ml urin ditambahkan gtt FeCl3 2%
Penambahan
Fe(Cl)3 menit ke 120 berwarna kuning kecoklatan dan menit ke 150
berwarna kuning muda.
|
VI.
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini
telah dilakukan
identifikasi kualitatif suatu senyawa obat yang telah dimetabolisme oleh tubuh
yang diekskresikan lewat urin untuk mengetahui apakah parasetamol masih tersisa
di dalam urin setelah rentang waktu tertentu . Obat yang kami gunakan pada
percobaan ini adalah parasetamol. Telah
diketahui bahwa Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat
antipiretik / analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas
badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping
itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan
intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena
mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.
Kami
menggunakan parasetamol karena Parasetamol
dapat diabsorpsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan
massa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh.
Dalam plasma 25% parasetamol sehingga identifikasinya pun akan lebih mudah,
Kedua obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen
(80%) dikonjugasikan dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan
dengan asam sulfat. Selain itu kedua obat ini dapat mengalami hidroksilasi.
Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan
hemolisis eritrosit. Kedua
obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil
sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. Parasetamol berikatan dengan sulfat dan
glukuronida terjadi di hati. Metabolisme utamanya meliputi senyawa sulfat yang
tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal sehingga
kami mengidentifikasi senyawa ini dalam benttuk konjugatnya yaitu senyawa
glukoronida, sulfat dan fenol.
Langkah
pertama dalam identifikasi ini yaitu seorang probandus harus meminum
parasetamol 3-4 jam sebelum pengujian dilakukan dikarenakan parasetamol
mencapai waktu paruh plasma antara 1-3 jam kemudian dieliminasikan. Langkah
selanjutnya yaitu Pengambilan cuplikan urin dilakukan dalam selang waktu 120 dan 150 menit. Langkah
selanjutnya yaitu dilakukan pengujian dengan cara, setiap cuplikan urin dibagi
menjadi 2 tabungh reaksi kemudian dilakukan uji glukoronida, sulfat dan fenol.
Tahap pertama yang dilakukan adalah uji
naftoresorsinol untuk konjugat glukuronida
dilakukan dengan cara memanaskan 0,5
ml cuplikan urin ditambahkan naftoresorsinol padat secukupnya serta
ditambahkan dengan HCL pekat 1ml
kemudian didinginkan. setelah dingin kemudian ditambah dengan etil asetat
sebanyak 3ml, dikocok hingga homogen, akan terbentuk warna ungu bila positif
mengandung asam glukoronat.
Tahap kedua adalah uji
barium klorida untuk konjugat sulfat
dilakukan dengan cara mereaksikan urin sebanyak 0,5 ml cuplikan urin kemudian
ditambahkan BaCl 2% kemudian terbentuk dua lapisan, kemudian ditambahkan dengan
2 tetes HCl pekat, dan dididihkan di lemari asam selama 3 menit, kemudian amati
yang terjadi “terbentuknya endapan atau kekeruhan menunjukan adanya konjugat sulfat”.
Tahap ketiga adalah uji besi
(III) klorida untuk fenol dilakukan dengan cara mereaksikan 0,5 ml cuplikan urin dengan
FeCl3 2% kemudian diamati perubahannya “ perubahan warna menjadi ungu menunjukan
adanya senyawa fenol”.
Dari
hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada pengujian konjugat glukoronida
cuplikan pada menit ke 120 ,menunjukan positif adanya asam glukoronat karena
terbentuknya warna ungu setelah direkasikan. Sementara pada cuplikan menit ke 150 tidak
didapatkan asam glukoronat karena pada pengujiannya dengan naftoresorsinol
dengan HCl pekat tidak menimbulkan warna ungu sehingga negative terdapat asam
glukoronat.
Pada pengujian konjugat sulfat kedua cuplikan
yaitu menit ke 120 berwarna lebih
bening dan terdiri dua lapisan yang tinggi lapisan bagian bawah lebih banyak
dari lapisan bagian atas.Pada menit ke 150 terlihat lebih keruh dan terdiri dari dua lapisan
bagian dan bawah sama banyak.menunjukan hasil yang
positif dikarenakan terbentuknya endapan atau kekeruhan setelah dilakukan
pengujian dengan BaCl 2% den 2 tetes HCl pekat. Terbentuk endapan putih yang
menunjukkan adanya belerang anorganik, reaksi yang terjadi adalah :
BaCl2 + SO42- → BaSO4 + 2 Cl-
Pada pengujian fenol jika cuplikan positif
berwarna ungu atau hijau setelah direaksikan, menunjukkan adanya senyawa fenol. Namun, dari hasil praktikum tidak menghasilkan larutan berwarnaungu
hanya menjadi kuning disertai
endapan putih pada kedua tabung
setelah pemanasan. Pada tabung reaksi menit ke 120 berwarna kuning
kecoklatan + endapan putih dan tabung reaksi menit ke 150 berwarna kuning lebih
muda + endapan putih.Hal ini, menunjukkan tidak adanya fenol dalam cuplikan
sampel urine tersebut yang
seharusnya menghasilkan warna ungu atau hijau yang menandakan positif jika ada fenol.
VII.
KESIMPULAN
1. Identifikasi
kualitatif suatu senyawa obat yang telah dimetabolisme oleh tubuh yang
diekskresikan lewat urin bertujuan untuk mengetahui apakah parasetamol masih
tersisa di dalam urin setelah rentang waktu tertentu.
2. Konsentrasi
tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan massa paruh plasma antara
1-3 jam.
3. Pengujian
konjugat glukoronida pada cuplikan urin menit ke 120 positif adanya asam
glukoronat karena terbentuknya warna ungu dan menit ke 150 negatif tidak
terbentuk warna ungu.
4. Pengujian
konjugat sulfat kedua cuplikan yaitu menit ke 120 berwarna lebih bening dan Pada menit ke
150 terlihat lebih keruh menunjukan
hasil yang positif dikarenakan terbentuknya endapan atau kekeruhan.
5. Pengujian
fenol pada tabung reaksi menit ke 120 berwarna kuning kecoklatan + endapan
putih dan tabung reaksi menit ke 150 berwarna kuning lebih muda + endapan putih
menunjukkan tidak adanya fenol dalam
cuplikan sampel urine
tersebut yang seharusnya menghasilkan warna ungu atau hijau yang menandakan positif jika ada fenol.
VIII.
DAFTAR
PUSTAKA
3.
Shargel, Leon.2005.
Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Ed.II. Surabaya: Air Langga
University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar